Powered by Blogger.

Cari di Blog Perpustakaan

Monday, January 10, 2011

ASAL USUL BAHASA ARAB

Oleh: Husni Mubarak, MA
PENDAHULUAN
            Bahasa pada hakekatnya merupakan alat untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan kepada orang lain, apakah itu berupa bunyi ataupun berupa tulisan. Setiap bahasa memiliki ciri-ciri khas masing-masing yang membedakan dengan bahasa lain, baik dari segi tata bahasanya maupun dari segi kuantitas masyarakat penuturnya.


Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa mayor di dunia memiliki setumpuk keistimewaan dari ciri khas tersendiri yang membedakan dengan bahasa yang lainnya.[1] Bahasa Arab sebagaimana bahasa-bahasa lain memiliki asal-usul sejarah dan perkembangan. Bahasa Arab mula-mula berasal, tumbuh dan berkembang di Negara-negara kawasan timur tengah.
            Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa pengaruh bahasa Arab tampak semakin luas dalam pergaulan dunia internasional, sehingga sejak tahun 1973 bahasa ini diakui secara resmi sebagai bahasa yang sah untuk dipergunakan di lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[2] Bahasa Arab juga dianggap bahasa umat Islam, disebabkan dengan adanya al-Qur’an dan hadis Nabi yang berfungsi sebagai dua sumber pokok ajaran Islam ditulis dalam bahasa Arab,[3] bahkan tidak terbatas pada dua sumber itu.[4] Apa yang kita lihat dan baca dalam al-Qur’an dan hadis, berikut buku-buku agama sebagai hasil dari interpretasi rujukan utama Islam yang semuanya menggunakan bahasa Arab dalam mengkomunikasikan pesan-pesan religiusnya, ternyata telah melalui proses evolusi dalam kurun waktu sejarah perjalanan bahasa Arab sebagaimana yang dipakai sekarang tidak sama dengan bahasa Arab qadi>m  disaat awal munculnya, tapi telah melalui perjalanan panjang selama ribuan tahun yang berproses sedikit demi sedikit hingga mencapai kesempurnaan seperti terlihat pada bahasa al-Qur’an dan bahasa Fus}h}a yang dijadikan sebagai alat komunikasi.
            Perubahan tersebut terjadi di saat suatu pemakai bahasa berpindah ke tempat lain sekaligus menetap dan beranak pinak lalu berbaur dengan bahasa lain, di situ terjadi proses perubahan step by step tanpa dirasakan oleh sipemakainya dan begitulah seterusnya.
            Bahasa Arab menurut para mu’arrikh dan linguist berasal dari satu ras manusia dan rumpun bahasa yang mempunyai peran besar dalam sejarah peradaban kuno yakni bangsa Semit. Kemudian keturunan mereka berpindah tempat meninggalkan tanah airnya dan menetap dilembah sungai Tigris dan Euphrat membentuk rumpun bahasa dan bangsa baru,[5] seperti Babilonia, Assyiria, Ibrani, Armia, Tunisia dan lain-lain.[6] Pergulatan antara bahasa pun terjadi saling mempengaruhi dan mengalahkan, bahasa-bahasa yang dominan pemakai dan pengaruhnya yang keluar sebagai pemenang, maka bahasa dari suku itulah yang menjadi bahasa standar, seperti bahasa Arab.

PEMBAHASAN
Asal-Usul Bahasa Arab
Salah satu pembahasan pokok dalam bahasa Arab ialah pembahasan tentang latar belakang munculnya bahasa tersebut. Dengan pembahasan seperti itu, kita dapat mengetahui dari mana asal usul bahasa yang tentu dengan sendirinya harus mengetahui sejarah perjalanannya sampai menjadi satu bahasa yang berdiri sendiri demikian halnya dengan bahasa Arab, tidak langsung menjadi satu satu bahasa yang terpisah dari lainnya, akan tetapi mengalami proses yang cukup panjang mulai dari asal bahasa tersebut.
Bahasa Arab merupakan rumpun dari bahasa Semit dan mempunyai anggota penutur yang terbanyak. Bangsa Semit berikut bahasanya dinisbahkan dari putra Nabi Nuh yang bernama Sam ibn Nuh. Garis keturunan Sam inilah yang melahirkan berbagai bangsa dan bahasa, di antaranya bangsa ‘Akkadiyyah, Kan‘an, Ethopiah, Arab dan sebagainya.[7] Namun seiring dengan perjalanan umat manusia dari sekian rumpun bahasa Semit, yang tersisa sampai sekarang hanyalah  bahasa Arab, bahasa yang telah memberi pengaruh yang cukup besar dalam sejarah peradaban umat manusia, terutama disaat memasuki abad ke VI masehi.
Menurut para ahli, bahwa bahasa-bahasa di dunia yang jumlahnya diperkirakan hampir 3000 bahasa, paling baik dikelompokkan dengan teori yang berdasarkan hubungan kekerabatan yaitu rumpun  bahasa Indo-Eropa, Semit-Hemit dan Turania.[8]
Bahasa-bahasa yang termasuk kedalam rumpun bahasa Indo-Eropa dikelompokkan menjadi bahasa India, bahasa Iran, bahasa Yunani, bahasa Prancis, Spanyol, Portugis, Italia Rumania, bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Denmark, Armania, Albania dan lain-lain.
Sedang bahasa-bahasa yang termasuk rumpun bahasa Semit dan cabang bahasa-bahasa Hemit. Bahasa-bahasa Semit dapat dibagi menjadi dua bahagian, yaitu bahasa Semit Utara, yang terdiri dari bahasa-bahasa Akkadiyah, bahasa Babilonia, bahasa Kan’an dan bahasa-bahasa Aramiah. Sedang bahasa Semit selatan terdiri bahasa mesir ( Mesir kuno dan koptik), bahasa-bahasa Barbar yang dipergunakan penduduk asli Afrika Utara, seperti Tunisia, Aljasair, Maroko, Sahara dan sekitarnya serta bahasa Kusyitik, yaitu bahasa penduduk asli bagian timur Afrika seperti bahasa Somalia, Galla, Bedja, Dankali, Agaw, Afar, Sidama dan lain-lain.
Adapun rumpun bahasa Tarania meliputi kelompok –kelompok bahasa, yaitu bahasa-bahasa Tunisia yang terdiri dari bahasa Turki, Mongolia dan Manmair, bahasa Jepang, bahasa Cina, bahasa Korea, Kaukasia, bahasa Sudan, bahasa Melayu Polinesia ( termasuk bahasa Indonesia ). [9]
Berbagai macam bahasa yang telah disebutkan diatas sebenarnya berasal dari satu bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa-bangasa yang mengucapkannya juga berasal dari satu keturunan. Hanya saja berpisah antara satu dengan yang lainnya dan membentuk satu bangsa. Dengan perpisahan antara satu dengan yang lainnya, mengakibatkan pembentukan bahasa pergaulan tersendiri yang sudah tidak persis sama dengan bahasa induknya. Akan tetapi hal itu pun tentu dengan proses yang panjang.
Begitu pula perpisahan bahasa Arab dengan induknya menjadi bahasa yang berdiri sendiri tidak terjadi begitu saja tanpa dengan proses, tapi dengan proses yang panjang. Pertama mungkin dengan pemisahan salah satu keturunan bangsa Semit yang menjelajah kewilayah jazirah yang bertujuan untuk memperlas wilayah kekuasaanya, kemudian proses selanjutnya terbentuklah kebudayaan yang lain yang sudah berada dengan bangsa pertama yang akhirnya tercipta alat komunikasi yang tampaknya berbeda dengan bahasa aslinya. Sejarah pembentukan bahasa adalah proses kata dan kalimat selama beberapa abad, kata yang satu mungkin ssaja tidak terpakai selanjutnya hilang dan digantikan oleh kata baru, apakah itu serapan atau terbentuk dari proses perbedaan dialek antara suku atau bangsa pengguna bahasa arab itu. Begitu pula seterusnya hingga terbentuk bahasa Arab seperti sekarang ini.
Perkembangan Bahasa Arab
Penamaan bahasa yang bersumber dari bahasa Semit sebenarnya muncul dengan kemunculan bangsa-bangsa yang berasal dari keturunan bangsa Semit itu sendiri, maka muncullah bahasa-bahasa ‘Akkadiyah( Abad XX SM) yaitu bahasa yang dipergunakan oleh bangsa Asyuriah dan Babilonia, Bahasa-bahasa Aramiyah( Abad IX SM) dan Abbariyah ( sebelum abad XX SM) Finikiyah (Abad XII SM).[10] Begitu pula muncul bahasa-bahasa Arab, bahasa Yaman Kuno dan bahasa Habsyi. Bahasa Arab lahir dari sebuah rumpun bahasa yang bernama Semit, sebelum datangnya agama Kristen, para peneliti tidak dapat menemukan apapun karena tidak ada bukti dokumen tertulis berupa teks-teks. Kelangkaan teks-teks Arab itu karena meluasnya buta huruf (‘ummiyyah) dikalangan bangsa arab sebelum Islam datang. Namun tidak berarti sebelum datangnya agama Kristen bahasa Arab belum ada. Tidak pula berarti bahwa bahasa Arab lebih mudah dibanding dengan bahasa ‘Ibra>ni dan bahasa-bahasa Semit lain. Bahasa Arab mewarisi dan memelihara unsur-unsur bahasa bahasa Semit asal, berbeda dengan bahasa ‘Ibra>ni sangat banyak memperbaharui diri dan itu semakin menjauh dari persamaan dengan bahasa Semit asal.[11]
Bahasa Arab sama halnya dengan bahasa-bahasa Yaman Kuno, bahasa-bahasa Habsy Semit adalah berasal dari satu induk yang sama yakni bahasa bangsa Semit yang berdiam disebelah selatan, tepatnya diwilayah Irak, dengan demikian hubungan bahasa Arab dengan bahasa Semit sangat kuat. Lain halnya dengan bangsa Semit yang ada di utara sangat berbeda dengan bahasa Arab dari berbagai aspek, seperti asal-usul kata, As}wa>t dan qawaid-nya. Sedangkan bahasa–bahasa Yaman Kuno dan bahasa-bahasa habsy–Semit sangat kuat dan lebih dekat dengan bahasa Semit selatan dibanding dengan bahasa Arab.
Menurut Ali Abd al-Wahid Wafiy, informasi yang sempat terekam dalam sejarah dan sampai kepada kita tentang bahsa Arab adalah temuan dari prasasti tentang Arab Baidah yang diperkirakan hidup pada abad I sebelum masehi, sedangkan Arab Baqiyah, informasi yang ditemukan nanti setelah abad V masehi. Sehingga periodisasi pertumbuhan bahasa Arab sangat sulit untuk dilacak.[12]
Bahasa Arab secara tertulis masih sangat sedikit jika dibanding dengan bahasa yang lain, sehingga periodisasi bahasa Arab dan kesusasteraannya hanya terbatas pada zaman jahiliah, masa munculnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, kemunduran dan periode moderen.[13] Dan yang diperpegangi oleh para ahli, tentang perkembangan bahasa Arab pada masa pra Islam( jahiliyah) adalah nukilah puisi-puisi yang dikembangkan pada zaman tersebut yang dipindahkan dari generasi kegenerasi.[14]
Dari hal diatas dapatlah dilihat pembagian bahasa Arab menjadi dua bagian yaitu:
Ø  Bahasa Arab Baidah.   
Bahasa Arab Baidah atau incrips adalah bahasa Arab prasasti, yang biasa juga disebut dengan istilah Arabiyah al-Nuqusy, karena informasi tentang bahasa ini hanya diperoleh melalui tulisan pada prasasti atau lempengan batu. Bahasa Arab Baidah yang berdiam disebelah utara Hijaz atau negeri yang berdekatan Aramiah, dialek bahasa yang dipergunakan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pertama, dialek Lihyaniyah yang dinisbahkan dari nama kabilah atau suku Lihyan yang tinggal dibagian utara daerah Hijaz beberapa abad sebelum masehi. Para ahli berdeda pendapat tentang asal mula suku itu dan tanggal prasasti-prasastinya pun tidak diketahui secara pasti. Hanya diperkirakan prasasti tertua setelah abad ke II atau satu sebelum masehi, dan yang termuda sekitar abad ke VI masehi. Kedua, lahjah Samudiyah yang disandarkan kepada suku Samad sebenarnya yang dikisahkan didalam al-Qur’an secara ringkas dalam perjanjian lama, baik Yunani maupun Roma, dan mahsyur didalam sejarah jahiliyyah. Suku ini diperkirakan mendiami wilayah antara Hijaz dan Nejed dekat Damaskus. Prasasti dalam bahasa Samud kira-kira abad ke III dan empat masehi. Ketiga, lahjah safawiyah, prasastinya didapati di daerah Shafa’, walaupun ada juga yang terdapat didaerah lain di Harah yang terletak antara bukit dan gunung Daruz. Penulisannya diperkirakan antara abad ke III dan VI masehi. Orientalis Jerman, Enno Litman memperlihatkan bahwa rumus huruf-hurufnya mendekati huruf Samad, huruf-huruf tersebut kadang-kadang dibaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya.[15]
Ketiga dialek diatas berbeda dengan bahas fushah, namun dekat dengan bahasa bahasa Sam. Bahasa Arab Baidah juga ada kemiripan dengan bahasa Aramiyah, semua yang masuk dalam kategori baidah ini telah lenyap oleh dominasi Arab Baqiyah.
Ø  Bahasa Arab Baqiyah 
Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang masih dipakai oleh bangsa Arab dalam kesusasteraan, tulisan dan karangan. Bahasa ini tumbuh di negeri Hijaz dan Nejed, kemudian tersebar keseluruhan daerah daerah yang pernah memakai bahasa Semit dan Chamit, dari situlah timbul dialek-dialek yang dipergunakan pada masa kini dinegeri-negeri Hijaz, Nejed, Yaman dan daerah-daerah disekitarnya seperti Emirat Arab, Palestina, Yordania, Syiriah, Libanon, Irak, Kuwaid, Mesir, Sudan, Libia, Al-Jazair, Maroko, dan Malta.[16]                                
            Bahasa Arab yang dipergunakan oleh orang-orang Arab sekarang atau yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis Nabi mulanya hanya tumbuh dan berkembang di wilayah Nejed dan Hijaz, namun selanjutnya menyebar ke berbagai daerah, seperti yang telah disebutkan, itu karena adanya Islam yang memberikan pengaruh yang sangat luas terutama setelah diadakan perluasan wilayah kekuasaan. Bahasa Arab Baqiyah dipakai dalam pergaulan sehari-hari, berdagang, bermasyarakat dan dalam pemerintahan. Bahasa Arab ini bisa bertahan dan tidak lenyap seperti saudara-saudaranya-baca : yang serumpun- adalah tidak lepas dari pengaruh dan peran Islam saat itu. Dimana ajaran utama Islam, al-Qur’an menggunakan bahasa Arab Baqiyah. Dengan sendirinya kaum muslimin waktu itu berusaha mengetahui bahasa Arab, bagi yang bukan penutur bahasa Arab Baqiyah yang selanjutnya bahasa Arab menjadi warna dalam pergaulan mereka sehari-hari. Sehingga bahasa-bahasa sebelumnya yang juga diapakai tidak lagi dipergunakan, disamping faktor agama juga faktor politik, otomatis bahasa lainnya akan mati dengan sendirinya karena tidak ada lagi pemakainya. Dalam teori bahasa diakatakan bahwa suatu bahasa bisa hidup jika dihidupkan oleh penuturnya dan sebaliknya ia akan mati disaat ia ditinggalkan oleh penuturnya (tidak dipergunakan lagi sebagai bahasa Komunikasi).[17]  
            Para pengguna bahasa Arab di seputar jazirah Arab mempunyai dialek yang bermacam-macam diantaranya dialek Quraiys, Huzail, Saqil, hawasin, Kinanah, Taman dan Yaman.[18] Dialek-dialek ini terus dipergunakan hingga datang Islam bahkan masing-masing suku menggunakan dialek mereka disaat membaca al-Qur’an hingga akhirnya Khalifah Usman bin Affan menyatukan bacaan umat dalam satu lahjah yakni lahjah  Quraiys, penyatuan bacaan umat pada waktu itu dengan lahjah  Quraiys karena kota Makkah, dimana dialek Quraiys yang dipakai mempunyai letak geografis yang cukup strategis dibanding daerah lainnya, begitu juga Makkah menjadi kota religius dimana Nabi Muhammad SAW. dilahirkan dan tempat untuk umat Islam melaksanakan ibadah haji, dan tentu saja pertemuan antara dialek pun terjadi, namun dialek (lahjah) Quraiys tetap jadi pedoman.
            Al-Qur’an sebagai bahasa standar diterima dan dicintai oleh masyarakat awam karena selain mempunyai makna yang dalam, juga susunannya sangat indah dan bagus, hal ini menjadi aset terjalinnya antara bahasa Arab dengan Islam yang selanjutnya dijadikan sebagai bahasa agama dan budaya Islam.
            Pada masa pemerintahan Umar (13-23H) daerah kekuasaan Islam semakin meluas maka bercampurlah antara pendatang (orang Arab) dengan penduduk asli, namun pendatang masih terisolir. Namun pengisolasian ini menumbuhkan persatuan diantara sesama pendatang yang berkelanjutan dengan persaingan dalam pergolakan ilmu bahasa, dan bahasa Arab sebagai bahasa pemenang sudah barang tentu mempunyai kedudukan yang mulia dan terhormat.
            Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pendatang mulai berasimilasi dengan penduduk asli di seluruh lapisan masyarakat mulai dari pemerintahan sampai kepada budak. Dengan hasil asimilasi ini menghasilkan bahasa baru yang merupakan perpaduan dari bahasa Arab dengan bahasa setempat. Walaupun bahasa baru ini muncul, namun bahasa Arab masih tetap dalam kelas arsitokrat (kelas mewah).
            Pada masa Umayyah ini, ketinggian martabat sosial seseorang ditentukan oleh kemampuan mereka dalam penguasaan bahasa Arab, kesalahan kecil dalam berbahasa dianggap sebagai kesalahan besar/fatal bagi orang-orang tua mereka, maka wajar jika setiap orang menginginkan setiap putra-putrinya menguasai bahasa Arab dengan mengirim belajar bahasa pada bangsa Badui. Namun, pada masa pemerintahan bani Abbasiyah, para pembesar tidak mengirim lagi putra-putri mereka untuk belajar lansung ke-orang-orang Badui, tapi hanya belajar bahasa Arab di istana, karena sebuah pemikiran agar anak-anak mereka bisa menikmati kemewahan kerajaan dan bisa berbahasa Arab dengan baik dan benar.
            Pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, mereka melakukan pemurnian bahasa Arab yang selanjutnya dilanjutkan pada masa Abbasiyah baik orang-orang Arab maupun non Arab.
            Rujukan utama bahasa Arab khusus gramatikalnya pada masa Abbasiyah adalah orang-orang Badui, karena mereka memandang bahwa hanya orang Badui lah yang memiliki keaslian bahasa itu.
            Disisi lain, bahasa kelas menengah kebawah yang kita kenal sebagai bahasa Ammiyah (yang merupakan percampuran antara bahasa Arab dengan bahasa setempat) mulai tumbuh dan lansung membludak, dimana pada abad ke III pengaruh Ammiyah sangat kuat, sampai ditemukan dalam tulisan-tulisan ilmiyah banyak yang mempergunakan bukan bahasa Arab asli.
            Pada abad ke IV hijriah, orang-orang tidak lagi belajar lansung kepada orang-orang Badui, tetapi hanya lewat karangan-karangan Badui yang sudah banyak di pasaran buku-buku.[19] Bahasa Arab –baca: fusha- di abad inimasih menjadi bahasa administrasi, politik dan lain-lain, namun pada abad ke V, bahasa Arab hanya sebagai bahasa agama saja. Dimana para karangan para cendekia kadang menggunakan bahasa Persia.
            Minat untuk mempelajari bahasa al-Qur’an ini terus terkikis hingga abad ke VI. Kemerosotan ini bersamaan dengan munculnya kaum Saljuk dan berhasilnya bangsa Mongolia menduduki negara-negara Islam. Dan salah satu Negara yang tak sempat diduduki adalah Mesir, yang nantinya merupakan tempat kebangkitan bahasa Arab di zaman baru.
            Sebagaimana kita maklumi, bahwa bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang digunakan dalam bahasa tulisan, dan bahasa sastra yang sampai kepada kita melalui syair Jahiliyah, al-Qur’an dan al-Sunnah al-Nabawiyah, yang selnjutnya disebut dengan bahasa Arab fushah. Bahasa fushah tersebut bukanlah semata-mata hanya dialek Quraisy, tetapi merupakan perpaduan dari berbagai dialek bahasa Arab.[20]
            Dalam buku Fusul fi Fiqh al-Lughah, DR. Ramdan Tawwab menyebutkan bahwa, nama dialek bahasa Arab sebanyak 19.[21] Dalam makalah ini, penulis tidak menjelaskan satu demi satu dialek tersebut, namun, penulis dapat menyimpulkan bahwa, kabilah-kabilah Arab yang memiliki bahasa yang fasih ada tiga macam, yaitu Tamim, Ta’i, dan Huzail. Mereka inilah yang terkenal kefasihannya dalam berbahasa, dan bahasa mereka menjadi bahasa standar, yaitu bahasa yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari, bahasa yang digunakan dalam menulis syair, dan bahasa pengantar dalam interaksi perdagangan.[22]
Bahasa arab fushah terkadang juga dinisbahkan kepada dialek dominan dari seluruh dialek yang ada, karena adanya empat faktor yaitu; ekonomi, politik, sosial dan agama.[23] Setelah bahasa Arab Fusha semakin menipis peminatnya, maka muncullah bahasa Ammiyah sebagai penggantinya, namun ini pun tak bisa bertahan dengan arus percampuran bangsa-bangsa asing yang tidak disadari sedikit demi sedikit merasut ke dalam bahasa Ammiyah, dan dipakai dalam masyarakat hingga kini.
KESIMPULAN
            Dari uraian yang telah dikemukakan terdahulu tentang Asal Usul Bahasa Arab, pertumbuhan dan pembagiannya, dapat disimpulkan bahwa, Bahasa Arab adalah salah satu cabang dari sekian banyak cabang bahasa Semit yang telah berkembang sejak ribuan tahun. Bahasa Arab muncul sebagai bahasa yang berdiri sendiri, karena salah satu dari pengguna bahasa Semit awal melakukan perpindahan ke daerah-daerah lainnya, lalu membentuk bangsa sekaligus bahasa.
Proses evolusi yang terjadi dalam pergolakan bahasa Arab dengan bahasa-bahasa setempat menjadikan bahasa Arab asli menjadi bermacam-macam dialek, yang serta merta dipergunakan seseorang, dan akhirnya memasyarakat tanpa disadari dan dirasakan lansung oleh si pengguna bahasa itu.
Bahasa Arab yang mendiami Nejed dan Hijaz mempunyai dua kelompok bahasa, yaitu Baidah dan Baqiyah. Baidah adalah merupakan bahasa yang telah terkubur dengan masa, sedangkan Baqiyah adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat jahiliyah sampai zaman kita sekarang.
Bahasa Arab dapat tumbuh berkembang dan berdiri sendiri, disebabkan karena banyak faktor pendukungnya, diantaranya pergaulan dan percampur-bauran antara bangsa-bangsa, juga didukung oleh berbagai unsur yang sangat potensial mengembangkan bahasa Arab.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Abdul Tawwab, Ramadan. Fusul fi Fiqh al-Lughah. Cet. II; al-Qahirah: Maktabah al-Haniji, 1980.
Al-Faraj, Muhammad Ahmad Abu. Muqaddimah Li Dirasah Fiqh al-Lughah. Beirut: Dar al-Nahdah al-Arabiyah, t.th.
Al-Naqah, Mahmud Kamil. Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi. Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985.
Al-Qattan, Manna’. Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an. Cet. II; t.tp, Masyurat al-Asr al-Hadis, t.th.
Ali, K. “a study of Islamic History”, diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya dinasti Usmani, Tarkh Pra Moderen, ed I. Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997
Al-Wafiy, Ali Abd. Ilmu al-Lugha. Cet. V; Misra: Lajnah al-Bayan al-Arabiy, 1962.
Broklaman, Karl. Tarikh al-Adab al-Arabiy, jilid I. Cet. IV; al-Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th.
Cahyono, Bambang Yudi. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Cet. I; Surabaya: Airlangga University Press, 1995.
Hitti, Philip K. “The Arab Short History”, diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul Dunia Arab. Cet. III; Bandung: Sumur Bndung, t.th.
Shalih, Shubhi. Dirasat fi Fiqhi al-Arabiyah. Cet. II; Beirut: Mansyurat al-Maktabah al-Ahalliyah, 1962 M/1382 H.
Sumardi, Mulyanto et.el, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN. Jakarta: Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama, Departemen Agama RI, 1975.
Suyuti Suhaib, Muhammad. Kajian Puisi Arab Pra Islam. Cet. I; Jakarta: Al-Qushwa, 1990.
Umam, Chatibul. Aspek-aspek Fundamental Dalam Bahasa Arab. Cet. 1; Bandung: PT Almaarif,1980.
____________ et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama IAIN. Jakarta Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975.


[1] Bahasa Arab dituturkan lebih dari 200 juta ummat manusia yang tersebar kurang lebih di 20 negara, lihat Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Beberapa Pokok Pikiran. (Fak. Tarbiyah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1997), h. 1-2.
[2] Chatibul Umam, Aspek-aspek Fundamental Dalam Bahasa Arab (Cet. 1; Bandung: PT al-Ma’arif, 1980), h.15.
[3] Lihat misalnya, QS. Yusuf 12:2, QS. Al-Zumar 39:28 dan ayat lainnya. Ayat-ayat tersebut hanya berbicara tentang Alquran yang diturunkan dalam bahasa Arab. Sedangkan hadis Nabi tidak dijelaskan secara tersurat bahwa hadis itu berbahasa Arab, namun sejarah membuktikan bahwa hadis Nabi yang dikumpulkan oleh para pengumpul hadis, ditulis dengan bahasa Arab sebab Nabi mengucapkannya dengan bahasa Arab.
[4] Sumber-sumber lain yang dimaksud oleh penulis adalah Fikhi, Tauhid, Tafsir, Filsafat Islam dan berbagai literatur yang ditulis dalam bahasa Arab. 
[5] K. Ali. “A Study of Islamic History”, diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, Tarkh Pra Moderen, ed I (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1.
[6] Philip K. Hitti, “The Arab Short History”, diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul Dunia Arab (Cet. III; Bandung: Sumur Bndung, t.th), h. 7.
[7] Chatibul Umam et.el. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama IAIN (Jakarta Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama RI, 1975), h. 47, lihat juga Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa (Cet. I; Surabaya: Airlangga University Press, 1995), h. 379.
[8] Mulyanto Sumardi et.el, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta: Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama, Departemen Agama RI, 1975), h. 29.
[9] Ibid., h. 30.
[10]Lihat Ali Abd. Wahid Wafiy, Ilmu al-Lugah (Cet. V; Mis}ra: Lajnah al-Baya>n al-‘Arabiy, 1962), h. 93.
[11]Mulyanto Sumardi, Ibid., h. 31.
[12] Ali Abd Al-Wahid Wafiy, op.cit.
[13] Karl Broklaman, Tarikh al-Adab al-Arabiy, jilid I (Cet. IV; al-Qahirah Dar al-Ma’arif, t.th), h. 30-38.
[14] Lihat Muhammad Suyuti Suhaib, Kajian Puisi Arab Pra Islam (Cet. I; Jakarta: Al-Qushwa, 1990), h. 1-2.
[15] Ali Abd. Al-Wahid Wafiy, op. cit, h. 96-97.
[16] Ibid., h. 103.
[17] Lihat Mahmud Kamil al-Naqah, Ta’lim al-Lugah al’ Arabiyah li al-natioqin bi Lugat Ukhra Ushuluhu Mudaakhiluhu, Turuqu Tadrisihi (Makkah al-Mukarramah: Jami’ah Umm al-Qura, 1985), h. 13.
[18] Manna’ al-Qattan, Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an (Cet. II; t.tp, Masyurat al-Asr al-Hadis, t.th), h. 158.
[19] Lihat Mulyanto Sumardi, op. cit, h. 34-48.
[20] Lihat Dr. Muhammad Ahmad Abu al-Faraj, Muqaddimah Li Dirasah Fiqh al-Lughah (Beirut: Dar al-Nahdah al-Arabiyah, t.th), h. 91.
[21] Lihat DR. Ramadan Abdul Tawwab, Fusul fi Fiqh al-Lughah (Cet. II; al-Qahirah: Maktabah al-Haniji, 1980), h. 120-152.
[22] Lihat Shubhi Shalih, Dirasat fi Fiqhi al-Arabiyah (Cet. II; Beirut: Mansyurat al-Maktabah al-Ahalliyah, 1962 M/1382 H), h. 58.
[23] Lihat Shubhi Shalih, op. cit., h. 50-59.

2 comments:

Perpustakaan STAIN Manado January 13, 2011 at 9:54 AM  

postingan yang mencerahkan... terima kasih

Iis Susiawati December 14, 2018 at 12:10 PM  

Syukron, sangat membantu pemahaman proses terbentuknya bahasa fusha. Jazaakumullah khoiron. Aamiin

  © lib.stainmanado is copyright to Djunaidi Lababa 2011

Kembali ke ATAS